Sobari dan Ibu Kos

SUARA ketukan keras itu telah merusak lelap tidur Sobari. Semula ia mengira suara itu bagian dari mimpi buruknya.

“Hey, cepat buka pintunya!”, teriak si pengetuk, tidak sabar.
Mendengar suara yang sangat dikenalinya, Sobari pun langsung bergidik ngeri, tahu bahwa sebentar lagi ia akan ditendang dari kontrakannya. Hal yang wajar, mengingat laki-laki gondrong bak tak terurus ini telah menunggak biaya kontrakannya selama 4 tahun.

‘Pura-pura tidur lagi saja, toh si ibu pemilik kontrakan tidak akan tahu diriku ada di dalam,’ batin Sobari.

Apesnya, suara tangisan bayi yang diculik Sobari tadi siang tiba-tiba terdengar dari ruang tamu kontrakannya. Panik. Itulah yang tengah dirasakan Sobari. Cepat atau lambat ia akan segera ketahuan dan pindah ranjang ke balik jeruji besi.

“Anak gondrong, cepat bukakan pintunya! Aku tahu kau di dalam, dan lagi, suara bayi siapa itu?!”, teriak ibu pemilik kontrakan.

Mau tak mau, Sobari harus segera membukakan pintu kontrakannya. Beribu alasan perihal uang tunggakan dan suara si bayi tengah disusunnya saat itu juga.

Sebenarnya, Sobari tidak berniat menculik si bayi. Ia hanya menemukannya sedang merangkak di toilet umum tempat pengisian bahan bakar minyak. Karena si bayi tak bersama orang tua nya, Sobari pun memutuskan untuk menjaganya sampai orangtuanya mencari kembali bayinya di tempat tersebut.

Akan tetapi, tiba-tiba Sobari teringat dengan tunggakan menahun kontrakannya. Tak punya pekerjaan, tak punya uang, orangtua pun sudah tak ada. Apa yang bisa ia lakukan agar bisa melunasinya?

Niat jahat pun mulai timbul di benak Sobari. Bagaimana jika ia culik dan jual saja bayi yang tengah digendongnya ini. Uang akan didapat, hidup pun dapat terjamin hingga beberapa bulan mendatang.

“Dor dor dor dor dor!!!”, suara gedoran pintu kini kian mengeras.

Tersentak mendengarnya, dengan takut-takut Sobari langsung berlari membukakan pintu kontrakannya.

“Lamban sekali, sudah berapa kali saya panggil, baru sekarang dibukakannya”, kesal si ibu pemilik.

Sobari hanya bisa menundukkan kepalanya. Takut.

“Ibu sebenarnya ingin menagih uang tunggakan kontrakan kamu, tapi sekarang ibu jadi lebih penasaran tentang suara tangisan bayi tadi, bisa kamu jelaskan?”, lanjutnya.

Mendengar itu, Sobari semakin takut bukan main. Keringat dingin bercucuran kian derasnya di sekujur tubuhnya.

Habis sudah kesabaran si ibu pemilik kontrakan. Tanpa izin lagi, ia langsung masuk ke dalam kontrakan Sobari, mencari si bayi yang hingga sekarang masih menangis.

“Loh, bukankah ini bayi kakak perempuanku yang tengah hilang dan dicari polisi sekarang?!”, kagetnya.

Mengetahui itu, Sobari pun juga tak kalah kaget. Hati nurani nya pun kembali, dan akhirnya ia menjelaskan kenapa bayi tersebut bisa ada di tangannya. Ia juga memutuskan untuk jujur tentang maksud jahat yang sebelumnya terlintas di pikirannya.

“Hah..ternyata kamu ini buron, hampir saja kamu digrebek polisi, Nak.”, ujar si ibu, “Untung kamu sudah mau jujur ke ibu”, lanjutnya.

Akhirnya, si bayi pun telah kembali ke pelukan orang tua nya. Sementara Sobari, diberi pekerjaan oleh si ibu kontrakan untuk menjaga warung nasi uduk miliknya.Utang kontrakannya pun sudah dilunasi oleh orang tua si bayi. Hitung-hitung sebagai tanda terima kasih atas kejujuran dan bantuannya menjaganya.

Meski penghasilannya tidak banyak, Sobari tetap bisa hidup dengan tenang. ‘Pokoknya jangan pernah jadi buronan lagi!’, ikrarnya.

Leave a comment